Jumat, 25 Maret 2011

sel darah merah

Sel darah merah, eritrosit (en:red blood cell, RBC, erythrocyte)[1] adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.[2]
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel)
[sunting] Eritrosit Vertebrata




Dari kiri ke kanan: eritrosit, trombosit, dan leukosit
Eritrosit secara umum terdiri dari hemoglobin, sebuah metalloprotein kompleks yang mengandung gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan tersambung secara temporer dengan molekul oksigen (O2) di paru-paru dan insang, dan kemudian molekul oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh. Oksigen dapat secara mudah berdifusi lewat membran sel darah merah. Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan seperti CO2 dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Hampir keseluruhan molekul CO2 tersebut dibawa dalam bentuk bikarbonat dalam plasma darah. Myoglobin, sebuah senyawa yang terkait dengan hemoglobin, berperan sebagai pembawa oksigen di jaringan otot.[3]
Warna dari eritrosit berasal dari gugus heme yang terdapat pada hemoglobin. Sedangkan cairan plasma darah sendiri berwarna kuning kecoklatan, tetapi eritrosit akan berubah warna tergantung pada kondisi hemoglobin. Ketika terikat pada oksigen, eritrosit akan berwarna merah terang dan ketika oksigen dilepas maka warna erirosit akan berwarna lebih gelap, dan akan menimbulkan warna kebiru-biruan pada pembuluh darah dan kulit. Metode tekanan oksimetri mendapat keuntungan dari perubahan warna ini dengan mengukur kejenuhan oksigen pada darah arterial dengan memakai teknik kolorimetri.
Pengurangan jumlah oksigen yang membawa protein di beberapa sel tertentu (daripada larut dalam cairan tubuh) adalah satu tahap penting dalam evolusi makhluk hidup bertulang belakang (vertebratae). Proses ini menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang memiliki viskositas rendah, dengan kadar oksigen yang tinggi, dan difusi oksigen yang lebih baik dari sel darah ke jaringan tubuh. Ukuran eritrosit berbeda-beda pada tiap spesies vertebrata. Lebar eritrosit kurang lebih 25% lebih besar daripada diameter pembuluh kapiler dan telah disimpulkan bahwa hal ini meningkatkan pertukaran oksigen dari eritrosit dan jaringan tubuh.[4]
Vertebrata yang diketahui tidak memiliki eritrosit adalah ikan dari familia Channichthyidae. Ikan dari familia Channichtyidae hidup di lingkungan air dingin yang mengandung kadar oksigen yang tinggi dan oksigen secara bebas terlarut dalam darah mereka..[5] Walaupun mereka tidak memakai hemoglobin lagi, sisa-sisa hemoglobin dapat ditemui di genom mereka.[6]
[sunting] Nukleus
Pada mamalia, eritrosit dewasa tidak memiliki nukleus di dalamnya, atau disebut juga anukleat. Jika dibandingkan, eritrosit pada sebagian besar hewan vertebrata mengandung nukleus, kecuali salamander dari genus Batrachoseps.[7]
[sunting] Fungsi lain
Ketika eritrosit berada dalam tegangan di pembuluh yang sempit, eritrosit akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar.[8]
Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.[9]
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.[10][11]
[sunting] Eritrosit Mamalia
Pada awal pembentukannya, eritrosit mamalia memiliki nuklei, tapi nuklei tersebut akan perlahan-lahan menghilang karena tekanan saat eritrosit menjadi dewasa untuk memberikan ruangan kepada hemoglobin. Eritrosit mamalia juga kehilangan organel sel lainnya seperti mitokondria. Maka, eritrosit tidak pernah memakai oksigen yang mereka antarkan, tetapi cenderung menghasilkan pembawa energi ATP lewat proses fermentasi yang diadakan dengan proses glikolisis pada glukosa yang diikuti pembuatan asam laktat. Lebih lanjut lagi bahwa eritrosit tidak memiliki reseptor insulin dan pengambilan glukosa pada eritrosit tidak dikontrol oleh insulin. Karena tidak adanya nuklei dan organel lainnya, eritrosit dewasa tidak mengandung DNA dan tidak dapat mensintesa RNA, dan hal ini membuat eritrosit tidak bisa membelah atau memperbaiki diri mereka sendiri.
Eritrosit mamalia berbentuk kepingan bikonkaf yang diratakan dan diberikan tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti "barbel" jika dilihat secara melintang. Bentuk ini (setelah nuklei dan organelnya dihilangkan) akan mengoptimisasi sel dalam proses pertukaran oksigen dengan jaringan tubuh di sekitarnya. Bentuk sel sangat fleksibel sehingga muat ketika masuk ke dalam pembuluh kapiler yang kecil. Eritrosit biasanya berbentuk bundar, kecuali pada eritrosit di keluarga Camelidae (unta), yang berbentuk oval.
Pada jaringan darah yang besar, eritrosit terkadang muncul dalam tumpukan, tersusun bersampingan. Formasi ini biasa disebut roleaux formation, dan akan muncul lebih banyak ketika tingkat serum protein dinaikkan, seperti contoh ketika peradangan terjadi.
Limpa berperan sebagai waduk eritrosit, tapi hal ini dibatasi dalam tubuh manusia. Di beberapa hewan mamalia, seperti anjing dan kuda, limpa mengurangi eritrosit dalam jumlah besar, yang akan dibuang pada keadaan bertekanan, dimana proses ini akan menghasilkan kapasitas transpor oksigen yang tinggi.
[sunting] Eritrosit pada manusia
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan ketebalan 2 μm, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. [12] Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 fL (9 femtoliter) Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme.
Orang dewasa memiliki 2–3 × 1013 eritrosit setiap waktu (wanita memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak). Eritrosit terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan partikel darah yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya memiliki sekitar 4000-11000 sel darah putih dan platelet yang hanya memiliki 150000-400000 di setiap mikroliter dalam darah manusia.
Pada manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran untuk mengantarkan lebih dari 98% oksigen ke seluruh tubuh, sedangkan sisanya terlarut dalam plasma darah.
Eritrosit dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram besi, mewakili sekitar 65% kandungan besi di dalam tubuh manusia.[13][14]
[sunting] Daur hidup
Proses dimana eritrosit diproduksi dinamakan eritropoiesis. Secara terus-menerus, eritrosit diproduksi di sumsum tulang merah, dengan laju produksi sekitar 2 juta eritrosit per detik (Pada embrio, hati berperan sebagai pusat produksi eritrosit utama). Produksi dapat distimulasi oleh hormon eritropoietin (EPO) yang disintesa oleh ginjal. Hormon ini sering digunakan dalam aktivitas olahraga sebagai doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum tulang belakang, sel yang berkembang ini dinamai retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari seluruh darah yang beredar.
Eritrosit dikembangkan dari sel punca melalui retikulosit untuk mendewasakan eritrosit dalam waktu sekitar 7 hari dan eritrosit dewasa akan hidup selama 100-120 hari.



ERITROSIT
Sel darah merah, eritrosit (en:red blood cell, RBC, erythrocyte)[1] adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.[2]

Sel darah merah manusia
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel)
Daftar isi:
1. Eritrosit Vertebrata
2. Eritrosit Mamalia
3. Eritrosit pada manusia
4. Catatan kaki
1. Eritrosit Vertebrata


Dari kiri ke kanan: eritrosit, trombosit, dan leukosit
Eritrosit secara umum terdiri dari hemoglobin, sebuah metalloprotein kompleks yang mengandung gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan tersambung secara temporer dengan molekul oksigen (O2) di paru-paru dan insang, dan kemudian molekul oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh. Oksigen dapat secara mudah berdifusi lewat membran sel darah merah. Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan seperti CO2 dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Hampir keseluruhan molekul CO2 tersebut dibawa dalam bentuk bikarbonat dalam plasma darah. Myoglobin, sebuah senyawa yang terkait dengan hemoglobin, berperan sebagai pembawa oksigen di jaringan otot.[3]
Warna dari eritrosit berasal dari gugus heme yang terdapat pada hemoglobin. Sedangkan cairan plasma darah sendiri berwarna kuning kecoklatan, tetapi eritrosit akan berubah warna tergantung pada kondisi hemoglobin. Ketika terikat pada oksigen, eritrosit akan berwarna merah terang dan ketika oksigen dilepas maka warna erirosit akan berwarna lebih gelap, dan akan menimbulkan warna kebiru-biruan pada pembuluh darah dan kulit. Metode tekanan oksimetri mendapat keuntungan dari perubahan warna ini dengan mengukur kejenuhan oksigen pada darah arterial dengan memakai teknik kolorimetri.
Pengurangan jumlah oksigen yang membawa protein di beberapa sel tertentu (daripada larut dalam cairan tubuh) adalah satu tahap penting dalam evolusi makhluk hidup bertulang belakang (vertebratae). Proses ini menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang memiliki viskositas rendah, dengan kadar oksigen yang tinggi, dan difusi oksigen yang lebih baik dari sel darah ke jaringan tubuh. Ukuran eritrosit berbeda-beda pada tiap spesies vertebrata. Lebar eritrosit kurang lebih 25% lebih besar daripada diameter pembuluh kapiler dan telah disimpulkan bahwa hal ini meningkatkan pertukaran oksigen dari eritrosit dan jaringan tubuh.[4]
Vertebrata yang diketahui tidak memiliki eritrosit adalah ikan dari familia Channichthyidae. Ikan dari familia Channichtyidae hidup di lingkungan air dingin yang mengandung kadar oksigen yang tinggi dan oksigen secara bebas terlarut dalam darah mereka..[5] Walaupun mereka tidak memakai hemoglobin lagi, sisa-sisa hemoglobin dapat ditemui di genom mereka.[6]
1. 1. Nukleus
Pada mamalia, eritrosit dewasa tidak memiliki nukleus di dalamnya, atau disebut juga anukleat. Jika dibandingkan, eritrosit pada sebagian besar hewan vertebrata mengandung nukleus, kecuali salamander dari genus Batrachoseps.[7]
1. 2. Fungsi lain
Ketika eritrosit berada dalam tegangan di pembuluh yang sempit, eritrosit akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar.[8]
Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.[9]
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.[10][11]
2. Eritrosit Mamalia
Pada awal pembentukannya, eritrosit mamalia memiliki nuklei, tapi nuklei tersebut akan perlahan-lahan menghilang karena tekanan saat eritrosit menjadi dewasa untuk memberikan ruangan kepada hemoglobin. Eritrosit mamalia juga kehilangan organel sel lainnya seperti mitokondria. Maka, eritrosit tidak pernah memakai oksigen yang mereka antarkan, tetapi cenderung menghasilkan pembawa energi ATP lewat proses fermentasi yang diadakan dengan proses glikolisis pada glukosa yang diikuti pembuatan asam laktat. Lebih lanjut lagi bahwa eritrosit tidak memiliki reseptor insulin dan pengambilan glukosa pada eritrosit tidak dikontrol oleh insulin. Karena tidak adanya nuklei dan organel lainnya, eritrosit dewasa tidak mengandung DNA dan tidak dapat mensintesa RNA, dan hal ini membuat eritrosit tidak bisa membelah atau memperbaiki diri mereka sendiri.
Eritrosit mamalia berbentuk kepingan bikonkaf yang diratakan dan diberikan tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti "barbel" jika dilihat secara melintang. Bentuk ini (setelah nuklei dan organelnya dihilangkan) akan mengoptimisasi sel dalam proses pertukaran oksigen dengan jaringan tubuh di sekitarnya. Bentuk sel sangat fleksibel sehingga muat ketika masuk ke dalam pembuluh kapiler yang kecil. Eritrosit biasanya berbentuk bundar, kecuali pada eritrosit di keluarga Camelidae (unta), yang berbentuk oval.
Pada jaringan darah yang besar, eritrosit terkadang muncul dalam tumpukan, tersusun bersampingan. Formasi ini biasa disebut roleaux formation, dan akan muncul lebih banyak ketika tingkat serum protein dinaikkan, seperti contoh ketika peradangan terjadi.
Limpa berperan sebagai waduk eritrosit, tapi hal ini dibatasi dalam tubuh manusia. Di beberapa hewan mamalia, seperti anjing dan kuda, limpa mengurangi eritrosit dalam jumlah besar, yang akan dibuang pada keadaan bertekanan, dimana proses ini akan menghasilkan kapasitas transpor oksigen yang tinggi.
3. Eritrosit pada manusia
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan ketebalan 2 μm, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. [12] Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 fL (9 femtoliter) Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme.
Orang dewasa memiliki 2-3 × 1013 eritrosit setiap waktu (wanita memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak). Eritrosit terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan partikel darah yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya memiliki sekitar 4000-11000 sel darah putih dan platelet yang hanya memiliki 150000-400000 di setiap mikroliter dalam darah manusia.
Pada manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran untuk mengantarkan lebih dari 98% oksigen ke seluruh tubuh, sedangkan sisanya terlarut dalam plasma darah.
Eritrosit dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram besi, mewakili sekitar 65% kandungan besi di dalam tubuh manusia.[13][14]
3. 1. Daur hidup
Proses dimana eritrosit diproduksi dinamakan eritropoiesis. Secara terus-menerus, eritrosit diproduksi di sumsum tulang merah, dengan laju produksi sekitar 2 juta eritrosit per detik (Pada embrio, hati berperan sebagai pusat produksi eritrosit utama). Produksi dapat distimulasi oleh hormon eritropoietin (EPO) yang disintesa oleh ginjal. Hormon ini sering digunakan dalam aktivitas olahraga sebagai doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum tulang belakang, sel yang berkembang ini dinamai retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari seluruh darah yang beredar.
Eritrosit dikembangkan dari sel punca melalui retikulosit untuk mendewasakan eritrosit dalam waktu sekitar 7 hari dan eritrosit dewasa akan hidup selama 100-120 hari.
4. Catatan kaki
1. John W. Kimball's Biology pages - Blood. Diakses pada 14 Februari 2010
2. Laura Dean. Blood Groups and Red Cell Antigens
3. Maton, Anthea; Jean Hopkins, Charles William McLaughlin, Susan Johnson, Maryanna Quon Warner, David LaHart, Jill D. Wright (24 Maret 1993). Human Biology and Health. Englewood Cliffs, New Jersey, USA: Prentice Hall. ISBN 0-13-981176-1.
4. SNYDER, GREGORY K., BRANDON A. SHEAFOR (1999-04-01). "Red Blood Cells: Centerpiece in the Evolution of the Vertebrate Circulatory System". American Zoologist 39 (2): 189-198. DOI:10.1093/icb/39.2.189.
5. Ruud, J. T. 1954. Vertebrates without erythrocytes and blood pigment. Nature 117:848-850.
6. Carroll, Sean (2006). The Making of the Fittest. W.W. Norton.
7. W. D. Cohen. The cytomorphic system of anucleate non-mammalian erythrocytes. Protoplasma, vol 113 no 1, February 1982
8. Wan, Jiandi, William D Ristenpart, Howard A Stone (2008-10-15). "Dynamics of shear-induced ATP release from red blood cells". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. DOI:0805779105.
9. Diesen, Diana L, Douglas T Hess, Jonathan S Stamler (2008-08-29). "Hypoxic vasodilation by red blood cells: evidence for an s-nitrosothiol-based signal". Circulation Research 103 (5): 545-53. DOI:CIRCRESAHA.108.176867.
10. Red blood cells do more than just carry oxygen. New findings by NUS team show they aggressively attack bacteria too., The Straits Times, 1 September 2007
11. Jiang N, Tan NS, Ho B, Ding JL. Respiratory protein-generated reactive oxygen species as an antimicrobial strategy. Nature Immunology, 26 August 2007. PMID 17721536.
12. Hillman, Robert S.; Ault, Kenneth A.; Rinder, Henry M. (2005), Hematology in Clinical Practice: A Guide to Diagnosis and Management (4 ed.), McGraw-Hill Professional, ISBN 0071440356
13. Iron Metabolism, University of Virginia Pathology. Accessed 22 September 2007.
14. Iron Transport and Cellular Uptake by Kenneth R. Bridges, Information Center for Sickle Cell and Thalassemic Disorders. Accessed 22 September 2007.


Pengangkutan zat dalamtubuh manusia atau mamalia dilakukan oleh cairan tubuh baik cairan intravaskuler maupun ekstravaskuler. Darah termasuk cairan intravaskuler yaitu cairan merah yang terdapat dalam pembuluh darah. Bagian darah yang padat meliputi sel-sel darah merah, sel darah putih, dan keeping-keping darah (Frandson, 1992).
Sel darah merah membawa haemoglobin dalam sirkulasi. Sel darah merah berbentuk piring atau biconcave, pada mamalia sel darah merah tidak bernukleus kecuali pada awal dan pada hewan-hewan tertentu. Sel darah merah pada unggas mempunyai nukleus dan berbentuk elips. Sel darah merah terdiri dari air (65%), Hb (33%), dan sisanya terdiri dari sel stroma, lemak, mineral, vitamin, dan bahan organik lainnya dan ion K (Kusumawati, 2004).
Haemoglobin merupakan zat padat dalam sel darah merah yang menyebabkan warna merah. Dibanding sel-sel lain dalam jaringan sel darah merah kurang mengandung air. Lipid yang terdapat pada sel darah merah ialah stromatin, lipoprotein, dan eliminin. Beberapa enzim yang terdapat dalam eritrosit antara lain anhidrase karbohidrat, peptidase, kolinesterase dan enzim pada sistem glikolisis (Poedjiadi,1994).
Tabel III.1. Tabel Jumlah eritrosit pada hewan
Spesies SDM / mm3 Hb (g/ 100ml) Diameter R
Sapi 5-10 8-15 4,5-8
Kuda 6,5-12,5 11-19 55,8
Domba 8-16 8-18 1-2,6
Kambing 8-18 8-14 -
Babi 5-8 10-16 -
Kelinci 4-4.8 9,3-19,3 -
(Ganong,1998).
Darah juga mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit juga berperan dalam sistem buffer seperti bikarbonat dalam air. Darah yang kekurangan kandungan oksigen akan berwarna kebiru-biruan yang disebut sianosis. Darah dengan jumlah haemoglobin berkurang jauh dari standar karena pembentukan yang kurang memadai disebut anemia. Anemia juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis, akut, kecelakaan yang mengeluarkan banyak darah, terserang penyakit cacing tambang, kanker darah, kekurangan gizi dan lain-lain. Anemia juga disebabkan oleh defisieansi zat Fe, Cu, vitamin dan asam amino (Frandson, 1992).
Proses pergantian sel darah merah dari atau oleh sel darah baru terjadi setelah sirkulasi 3 sampai 4 bulan. Sel darah merah mengalami desintergrasi atau pemecahan sehingga melepas haemoglobin ke dalam sel dan sel darah pecah. Pembentukan sel darah merah pada orang dewasa pada sumsum tulang belakang dan pada bayi terjadi di hati, kelenjar thymus dan nodula lymphatica (Frandson,1992).
Sel darah mengalami hemolisis yang lebih cepat dibanding dengan pembentukan atau produksi sel darah yang baru. Proses penggantian sel darah merah dari atau oleh sel darah yang baru terjadi setelah sirkulasi 3 hingga 4 bulan. Sel darah merah mengalami pemecahan sehingga melepas haemoglobin kedalam sel darah merah dan pecah. Sel darah merah yang mengalami degradasi ini kemudian disendirikan dari sirkulasi yang dilakukan oleh sistem makrofag atau sistem reticuloendotelia. Sel-sel makrofag mencengkeram fragmen, fragmennya dicerna dan dilepaskan dalam darah. Globin dari haemoglobin mengalami degradasi kedalam tulang, disimpan sebagai sel-sel jaringan sebagai homosiderin (Frandson 1992).
Pengaruh haemoglobin didalam sel darah merah menyebabkan timbulnya warna merah pada darah karena mempunyai kemampuan untuk mengangkut oksigen. Haemoglobin adalah senyawa organik yang komplek dan terdiri dari empat pigmen forpirin merah (heme) yang masing-masing mengandung iron dan globin yang merupakan protein globural dan terdiri dari empat asam amino. Haemoglobin bergabung dengan oksigen didalam paru-paru yang kemudian terbentuk oksihaemoglobin yang selanjutnya melepaskan oksigen ke sel-sel jaringan didalam tubuh (Frandson, 1992).
Susunan dari sel darah merah adalah air (62%-72%) dan kira-kira sisanya berupa solid terkandung haemoglobin 95% dan sisanya berupa protein pada stroma dan membran sel, lipid, enzim, vitamin dan glukosa serta urin. Umur sel darah merah pada manusia berkisar antara 90 hingga 140 hari, rata-rata 120 hari dan pada hewan umurnya kira-kira 25 hingga 140 hari (Guyton, 1986).
Daftar Pustaka
Kusumawati, Diah. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
Frandson, RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak IV. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
Ganong, W. P. 1988. Review of Medical Physiologis.Long Medical Publishing Los Atos. California.
Guyton. 1986. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta.
Poedjiadi, Anna.1994. Dasar dasar biokimia. Indonesia University Press. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar