Sabtu, 26 Maret 2011

Biologi molekuler dalam kesehatan analis

Biologi molekuler dalam kesehatan analis


NAMA : muh.agus nur
NIM : 0309037

KELAS :1A
ANALIS KESEHATAN MUHAMMADIYAH
2010
Manfaat bakteri untuk ksehatan



Share
Bakteri yang jumlahnya bisa mencapai 400 jenis ini, secara sederhana, dikelompokkan menjadi bakteri baik dan bakteri jahat. Bakteri baik adalah bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan, sedang bakteri yang menyebabkan penyakit disebut dengan bakteri jahat.

Probiotik dan Manfaatnya
Bakteri jahat mengeluarkan racun yang dapat mengeluarkan enzim yang mendorong terbentuknya senyawa karsinogenik dalam saluran pencernaan. Jika jumlah bakteri jahat meningkat, risiko gangguan kesehatan juga meningkat. Bakteri jahat yang juga sering disebut bakteri patogen dapat mengeluarkan racun yang menyebabkan diare.

Mendengar nama bakteri saja, asosiasinya selalu pada penyebab penyakit. Padahal, tidak demikian dengan bakteri baik yang disebut probiotik. Bakteri ini memang baik. Seperti namanya, dia menghasilkan antibiotika alami yang membantu keutuhan mukosa usus. Selain itu, probiotik dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan membantu proses metabolisme dalam usus.

Sebuah penelitian di Finlandia menemukan bahwa probiotik mampu mencegah invasi bakteri jahat dengan menghasilkan antibiotika yang menghambat pertumbuhan bakteri jahat. Probiotik juga dinyatakan dapat mencegah konstipasi dan mengurangi bakteri Helycobacter pylori yang menyebabkan infeksi pada lambung. Probiotik sebagai bakteri yang menguntungkan sudah diketahui sejak lama, lebih dari 2.000 tahun lalu. Akan tetapi, pembuktian secara ilmiahnya baru dilakukan pada abad ke-19 oleh seorang ilmuwan asal Rusia, Ilya Metchnikoff, yang bekerja pada Institut Pasteur di Paris. Lewat penelitiannya, Metchnikoff menemukan bahwa orang yang terbiasa mengonsumsi yoghurt lebih sehat dan umurnya lebih panjang dibanding yang tidak.

Yoghurt (susu fermentasi) mengandung bakteri asam laktat yang dapat meningkatkan kerja enzim galaktosidase sehingga memudahkan pencernaan laktosa dalam usus dan meningkatkan kualitas nutrisi. Bakteri ini juga diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Bakteri baik adalah bakteri yang menghasilkan asam laktat, terutama dari golongan Lactobacilli dan Bifidobacteria (jenis bakteri yang dapat menekan pertumbuhan bakteri jahat). Probiotik mengandung sejumlah besar sel hidup dan dapat melakukan metabolisme dalam usus.

Meningkatkan Jumlah Probiotik

Probiotik adalah bakteri yang hidup di dalam usus. Sebagai bakteri yang hidup, probiotik memerlukan makanan. Nutrisi yang sesuai bagi bakteri baik namun tidak cocok dengan bakteri jahat disebut prebiotik. Kombinasi keduanya meningkatkan kesehatan tubuh disebut sinbiotik. Prebiotik mendukung probiotik dan menekan bakteri jahat. Tidak heran banyak produsen makanan dan minuman yang menyertakan kedua bakteri ini dalam makanan atau minuman yang mereka pasarkan.

Para ahli mendefinisikan istilah prebiotik yang diperkenalkan oleh Gibson dan Roberfroid pada 1995 lalu ini sebagai kandungan makanan yang tidak dapat dicerna, yang merangsang pertumbuhan bakteri baik di dalam usus. Prebiotik bisa didapatkan dari serat makanan secara alami, seperti biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran. Bawang bombay, bawang putih, pisang, dan produk olahan kedelai seperti tempe dan tahu juga mengandung prebiotik.

Untuk meningkatkan jumlah bakteri baik, bahan-bahan makanan tersebut bagus untuk dikonsumsi secara teratur. Hanya saja, bagi anak-anak, mengonsumsi bawang, sayuran dan buah, terutama pada usia di bawah satu tahun, pastilah sulit. Prof Agus Firmansyah MD PhD dari Departemen Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan bahwa air susu ibu (ASI) adalah sumber probiotik terbaik bagi anak.
Manfaat Bakteri Baik di Usus
29/04/2010 in Customer Alert, Info Sehat, Perpustakaan | Tags: Customer Alert, Info Sehat, Perpustakaan
Ada 100 triliun sel-sel bakteri ditubuh dan jumlah ini lebih banyak 10 kali lipat dari jumlah sel-sel manusia. Bakteri beredar di seluruh tubuh mulai dari perut, alat kelamin, kulit dan telinga.
.
Bakteri baik dapat meningkatkan kesehatan atau sebaliknya jika mendapat masalah dari luar tubuh justru bakteri baik akan hilang dan berubah menjadi sakit.
Seperti bakteri baik yang hidup di usus bermanfaat untuk mencegah obesitas, diabetes, asma, alergi dan kanker tenggorokan. Namun pengaruh dari luar seperti pemakaian antibiotik, makanan yang mengandung lemak jahat terkadang mengganggu stabilitas bakteri di usus.
Teori radikal Martin Blaser, ketua departemen kedokteran di New York University Medical School dan mantan presiden Infectious Disease Society of America menuding penyebab obesitas kemungkinan pelakunya adalah bakteri.
Dalam hal ini penggunaan antibiotik yang berlebihan bisa membuat anak-anak menjadi gemuk karena membunuh bakteri sehat yang ada di usus, bakteri ini diperlukan agar pencernaan lebih efisien.
“Saya tidak berpikir penyebabnya adalah makanan tinggi kalori atau kurangnya aktivitas fisik. Tapi akibat mikroba sehat di usus yang menghilang,” ujar Blaser, seperti dikutip dari Forbes, Jumat (22/1/2010).
Teori yang diungkapkan oleh Blaster ini mungkin tidak terdengar gila. Dalam beberapa tahun terakhir memang banyak sekali penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa bakteri di dalam tubuh memiliki dampak mendalam terhadap kesehatan orang tersebut.
Ada 7 cara bakteri baik di usus yang membantu melindungi tubuh manusia, yaitu:
1. Menjaga agar tidak kelebihan berat badan.
Berdasarkan penelitian dari Ruth Ley dari Cornell, orang yang memiliki kelebihan berat badan akan memiliki campuran bakteri yang berbeda di dalam usus. Bakteri baik bisa membantu mencerna karbohidrat kompleks menjadi gandum utuh, yaitu bakteri Bacteroidetes. Sedangkan orang yang kelebihan berat badan akan mengandung lebih banyak bakteri Firmicutes yang menghasilkan banyak kalori dari makanan.
2. Mencegah diabetes.
Menurut studi yang dilakukan oleh Alexander Chervonosky dari University of Chicago dan diterbitkan di Nature melalui rekayasa genetika pada tikus, didapatkan bakteri baik dapat mencegah diabetes. Namun masih belum jelas bakteri apa yang berperan.
3. Membantu obat bekerja dengan baik.
Pada tahun 2008 para peneliti dari Imperial College, London menemukan bahwa individu yang memiliki bakteri tertentu di usus membantu mmetabolisme acetaminophen (bahan aktif dalam Tylenol) lebih lambat. Hal ini bisa membuat seseorang lebih efektif dalam mengonsumsi obat dan mencegah terjadinya efek samping.
4. Mencegah infeksi.
Lapisan dari bakteri yang muncul bisa melindungi seseorang dari sesuatu yang buruk. Dalam uji klinis menunjukkan sunat pada pria yang berisiko tinggi di Afrika bisa menurunkan risiko tertular HIV. Peneliti dari TGEN di Arizona mendapatkan perubahan campuran bakteri pada penis.
5. Sebagai penyembuh di kulit.
Peneliti dari UC-Davis dalam Nature Medicine bulan November lalu melaporkan bakteri tertentu yang hidup pada permukaan kulit dapat memproduksi bahan kimia yang bisa mencegah kulit jadi meradang akibat luka kecil atau memar. Jika kulit membengkak seperti kasus eksim, peneliti menduga karena sistem tersebut sudah rusak.
6. Mencegah kanker tenggorokan.
Bakteri Helicobacter pylori merupakan penyebab utama radang perut sehingga dokter biasanya mengobati dengan antibiotik, tapi H. pylori mungkin masih memiliki dampak positif. Menurut data dari epidemiologis dan laboratorium, bakteri ini bisa melawan beberapa bentuk kanker tenggorokan. Selain itu peneliti dari New York University menemukan campuran bakteri berbeda pada suatu kondisi pra-kanker di esophagus.
7. Melindungi diri dari alergi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gary Huffnagle seorang mikrobiologis dari University of Michigan mengungkapkan teori bahwa sistem kekebalan tubuh menggunakan bakteri di usus untuk membantu menghilangkan racun. Ketika sistem ini tidak berfungsi dengan baik, maka bisa menyebabkan alergi.
.
Sumber: DetikHealth
. HIV Bukan Penyebab AIDS?
18/10/2008 in AIDS, Kontroversial, Malpraktek, Perpustakaan | Tags: AIDS, Kontroversial, Malpraktek, Perpustakaan
Tidak ada bukti bahwa HIV penyebab AIDS. Malahan, semua bukti epidemiologi dan mikrobiologi yang jika digabung memberikan kesimpulan bahwa HIV tidak bisa menyebabkan AIDS atau bahkan menyebabkan penyakit lainnya. Konsep bahwa AIDS disebabkan oleh suatu virus bukanlah suatu fakta, tapi suatu keyakinan yang diperkenalkan di konferensi pers tahun 1984 oleh Dr. Robert Gallo, peneliti di National Institutes of Health (NIH). (14)
HIV adalah suatu retrovirus, tipe virus yang dulunya telah dengan serius diteliti selama 2 dekade oleh program kesehatan pemerintah yang berfokus pada virus penyebab kanker. Pandangan akan kanker yang menular dulu populer di era 60-an dan 70-an. Oleh karena retrovirus tidak memiliki mekanisme pembasmi sel, dan kanker merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan pertumbuhan sel tidak teratur, tipe virus seperti ini dulunya dianggap sebagai calon penyebab kanker. Namun demikian, orang-orang sehat hidup harmonis dengan tak terhitungnya retrovirus; beberapa ada oleh karena terinfeksi dan sebagian memang sudah ada dari dalam tubuh, diproduksi oleh DNA kita sendiri. (15) Sangat sedikit retrovirus, jika memang ada, yang terbukti menyebabkan penyakit pada manusia.
Di era 80-an ketika CDC, mulai menarik perhatiannya ke AIDS, Gallo dan para peneliti kanker lainnya beralih fokus dari kanker ke dilemma baru yang disebut AIDS, dan para ilmuwan pemerintah yang sama-sama memimpin pencarian virus kanker juga mulai mencari suatu virus yang mungkin jadi penyebab AIDS.
Di 23 April 1984, Gallo mengadakan konferensi pers internasional dengan US Department of Health and Human Services (HHS). Dia memakai forum ini untuk mengumumkan penemuan dia akan suatu retrovirus baru sebagai “penyebab mungkin dari AIDS”. Walaupun Gallo tidak memberikan bukti apapun untuk mendukung asumsi sementara dia, HHS langsung menyatakannya sebagai “keajaiban medis Amerika lainnya… kemenangan ilmu pengetahuan terhadap penyakit mematikan” (16)
Kemudian di hari yang sama, Gallo mempatenkan test antibodi yang sekarang dikenal sebagai “test AIDS”. Keesokan harinya, New York Times mengubah proposal Gallo menjadi suatu kepastian melalui berita halaman muka “Virus Penyebab AIDS”, dan semua pendanaan untuk menyelidiki kemungkinan lain penyebab AIDS langsung dihentikan. (17)
Dengan mengumumkan hipotesisnya kepada media tanpa data yang mencukupi, Gallo telah melanggar aturan fundamental dari proses ilmu pengetahuan. Peneliti pertama-tama harus mempublikasikan bukti untuk suatu hipotesis pada salah satu jurnal ilmu pengetahuan atau kedokteran, serta mendokumentasikan penelitiannya yang ia pakai sebagai dasarnya. Kemudian para ahli akan memeriksa dan mendebat hipotesisnya, serta mencoba menduplikasikan percobaan yang sama dari aslinya, untuk mengkonfirmasi hasil temuan asli. Semua hipotesis baru harus mampu bertahan terhadap penelitian cermat dari para ahli lainnya dan harus sukses diverifikasi melalui percobaan-percobaan sebelum ia dianggap sebagai teori yang benar.
Dalam kasus HIV, Gallo mengumumkan hipotesis yang tidak terkorfirmasi kepada media sebagai suatu fakta yang sudah pasti benar, menyebabkan para pejabat pemerintah mengeluarkan kebijakan kesehatan publik baru berdasarkan pada pernyataan akan virus AIDS yang belum dibuktikan kebenarannya. Beberapa pihak akhirnya membawa hipotesis yang belum terbukti kebenarannya ini menjadi suatu teror akan wabah besar yang mematikan.
Data yang digunakan Gallo untuk membangun hipotesis HIV/AIDS-nya dipublikasikan beberapa hari sesudah pengumumannya. Ketimbang mendukung hipotesis dia, data tersebut memperlihatkan bahwa Gallo tidak sanggup menemukan HIV (secara aktual) pada lebih dari setengah pasien AIDS dalam penelitiannya. (18) Sementara ia sanggup mendeteksi adanya antibodi pada kebanyakan dari mereka, keberadaan antibodi itu sendiri bukanlah indikasi dari infeksi yang baru saja terjadi dan malah sebagai bukti akan adanya reaksi kekebalan terhadap suatu infeksi.
Data yang dia sediakan juga gagal untuk menyediakan penjelasan yang bisa dipercaya akan hal bagaimana retrovirus bisa menyebabkan AIDS. Gallo menyatakan bahwa HIV beraksi dengan menghancurkan sel-sel imun, tapi penelitian selama 70 tahun telah menunjukkan bahwa retrovirus tidak bisa membunuh sel. Dia juga tidak bisa memberikan bukti bahwa HIV berbeda dari retrovirus lainnya yang sebenarnya tidak membahayakan. Pada kenyataannya, semua bukti yang ada sekarang ini malah membuktikan bahwa HIV, sama seperti semua retrovirus lainnya, tidaklah membunuh sel (cytotoxic).

HIV Bukan Penyebab AIDS?
18/10/2008 in AIDS, Kontroversial, Malpraktek, Perpustakaan | Tags: AIDS, Kontroversial, Malpraktek, Perpustakaan
Tidak ada bukti bahwa HIV penyebab AIDS. Malahan, semua bukti epidemiologi dan mikrobiologi yang jika digabung memberikan kesimpulan bahwa HIV tidak bisa menyebabkan AIDS atau bahkan menyebabkan penyakit lainnya. Konsep bahwa AIDS disebabkan oleh suatu virus bukanlah suatu fakta, tapi suatu keyakinan yang diperkenalkan di konferensi pers tahun 1984 oleh Dr. Robert Gallo, peneliti di National Institutes of Health (NIH). (14)
HIV adalah suatu retrovirus, tipe virus yang dulunya telah dengan serius diteliti selama 2 dekade oleh program kesehatan pemerintah yang berfokus pada virus penyebab kanker. Pandangan akan kanker yang menular dulu populer di era 60-an dan 70-an. Oleh karena retrovirus tidak memiliki mekanisme pembasmi sel, dan kanker merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan pertumbuhan sel tidak teratur, tipe virus seperti ini dulunya dianggap sebagai calon penyebab kanker. Namun demikian, orang-orang sehat hidup harmonis dengan tak terhitungnya retrovirus; beberapa ada oleh karena terinfeksi dan sebagian memang sudah ada dari dalam tubuh, diproduksi oleh DNA kita sendiri. (15) Sangat sedikit retrovirus, jika memang ada, yang terbukti menyebabkan penyakit pada manusia.
Di era 80-an ketika CDC, mulai menarik perhatiannya ke AIDS, Gallo dan para peneliti kanker lainnya beralih fokus dari kanker ke dilemma baru yang disebut AIDS, dan para ilmuwan pemerintah yang sama-sama memimpin pencarian virus kanker juga mulai mencari suatu virus yang mungkin jadi penyebab AIDS.
Di 23 April 1984, Gallo mengadakan konferensi pers internasional dengan US Department of Health and Human Services (HHS). Dia memakai forum ini untuk mengumumkan penemuan dia akan suatu retrovirus baru sebagai “penyebab mungkin dari AIDS”. Walaupun Gallo tidak memberikan bukti apapun untuk mendukung asumsi sementara dia, HHS langsung menyatakannya sebagai “keajaiban medis Amerika lainnya… kemenangan ilmu pengetahuan terhadap penyakit mematikan” (16)
Kemudian di hari yang sama, Gallo mempatenkan test antibodi yang sekarang dikenal sebagai “test AIDS”. Keesokan harinya, New York Times mengubah proposal Gallo menjadi suatu kepastian melalui berita halaman muka “Virus Penyebab AIDS”, dan semua pendanaan untuk menyelidiki kemungkinan lain penyebab AIDS langsung dihentikan. (17)
Dengan mengumumkan hipotesisnya kepada media tanpa data yang mencukupi, Gallo telah melanggar aturan fundamental dari proses ilmu pengetahuan. Peneliti pertama-tama harus mempublikasikan bukti untuk suatu hipotesis pada salah satu jurnal ilmu pengetahuan atau kedokteran, serta mendokumentasikan penelitiannya yang ia pakai sebagai dasarnya. Kemudian para ahli akan memeriksa dan mendebat hipotesisnya, serta mencoba menduplikasikan percobaan yang sama dari aslinya, untuk mengkonfirmasi hasil temuan asli. Semua hipotesis baru harus mampu bertahan terhadap penelitian cermat dari para ahli lainnya dan harus sukses diverifikasi melalui percobaan-percobaan sebelum ia dianggap sebagai teori yang benar.
Dalam kasus HIV, Gallo mengumumkan hipotesis yang tidak terkorfirmasi kepada media sebagai suatu fakta yang sudah pasti benar, menyebabkan para pejabat pemerintah mengeluarkan kebijakan kesehatan publik baru berdasarkan pada pernyataan akan virus AIDS yang belum dibuktikan kebenarannya. Beberapa pihak akhirnya membawa hipotesis yang belum terbukti kebenarannya ini menjadi suatu teror akan wabah besar yang mematikan.
Data yang digunakan Gallo untuk membangun hipotesis HIV/AIDS-nya dipublikasikan beberapa hari sesudah pengumumannya. Ketimbang mendukung hipotesis dia, data tersebut memperlihatkan bahwa Gallo tidak sanggup menemukan HIV (secara aktual) pada lebih dari setengah pasien AIDS dalam penelitiannya. (18) Sementara ia sanggup mendeteksi adanya antibodi pada kebanyakan dari mereka, keberadaan antibodi itu sendiri bukanlah indikasi dari infeksi yang baru saja terjadi dan malah sebagai bukti akan adanya reaksi kekebalan terhadap suatu infeksi.
Data yang dia sediakan juga gagal untuk menyediakan penjelasan yang bisa dipercaya akan hal bagaimana retrovirus bisa menyebabkan AIDS. Gallo menyatakan bahwa HIV beraksi dengan menghancurkan sel-sel imun, tapi penelitian selama 70 tahun telah menunjukkan bahwa retrovirus tidak bisa membunuh sel. Dia juga tidak bisa memberikan bukti bahwa HIV berbeda dari retrovirus lainnya yang sebenarnya tidak membahayakan. Pada kenyataannya, semua bukti yang ada sekarang ini malah membuktikan bahwa HIV, sama seperti semua retrovirus lainnya, tidaklah membunuh sel (cytotoxic).


Klinik Online – "HEALINDONESIA"
Bersama-sama sembuhkan Indonesia!
• Home
• Ruang Artikel
• Apa Itu Holistik?
• Hubungi Kami
• Ebook
• Ruang Tawa
• Ruang Konsultasi
• Visi & Misi
• Daftar Newsletter HI
• Ruang Belanja
• HIFON
• Subscribe to feed
HIV Bukan Penyebab AIDS?
18/10/2008 in AIDS, Kontroversial, Malpraktek, Perpustakaan | Tags: AIDS, Kontroversial, Malpraktek, Perpustakaan
Tidak ada bukti bahwa HIV penyebab AIDS. Malahan, semua bukti epidemiologi dan mikrobiologi yang jika digabung memberikan kesimpulan bahwa HIV tidak bisa menyebabkan AIDS atau bahkan menyebabkan penyakit lainnya. Konsep bahwa AIDS disebabkan oleh suatu virus bukanlah suatu fakta, tapi suatu keyakinan yang diperkenalkan di konferensi pers tahun 1984 oleh Dr. Robert Gallo, peneliti di National Institutes of Health (NIH). (14)
HIV adalah suatu retrovirus, tipe virus yang dulunya telah dengan serius diteliti selama 2 dekade oleh program kesehatan pemerintah yang berfokus pada virus penyebab kanker. Pandangan akan kanker yang menular dulu populer di era 60-an dan 70-an. Oleh karena retrovirus tidak memiliki mekanisme pembasmi sel, dan kanker merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan pertumbuhan sel tidak teratur, tipe virus seperti ini dulunya dianggap sebagai calon penyebab kanker. Namun demikian, orang-orang sehat hidup harmonis dengan tak terhitungnya retrovirus; beberapa ada oleh karena terinfeksi dan sebagian memang sudah ada dari dalam tubuh, diproduksi oleh DNA kita sendiri. (15) Sangat sedikit retrovirus, jika memang ada, yang terbukti menyebabkan penyakit pada manusia.
Di era 80-an ketika CDC, mulai menarik perhatiannya ke AIDS, Gallo dan para peneliti kanker lainnya beralih fokus dari kanker ke dilemma baru yang disebut AIDS, dan para ilmuwan pemerintah yang sama-sama memimpin pencarian virus kanker juga mulai mencari suatu virus yang mungkin jadi penyebab AIDS.
Di 23 April 1984, Gallo mengadakan konferensi pers internasional dengan US Department of Health and Human Services (HHS). Dia memakai forum ini untuk mengumumkan penemuan dia akan suatu retrovirus baru sebagai “penyebab mungkin dari AIDS”. Walaupun Gallo tidak memberikan bukti apapun untuk mendukung asumsi sementara dia, HHS langsung menyatakannya sebagai “keajaiban medis Amerika lainnya… kemenangan ilmu pengetahuan terhadap penyakit mematikan” (16)
Kemudian di hari yang sama, Gallo mempatenkan test antibodi yang sekarang dikenal sebagai “test AIDS”. Keesokan harinya, New York Times mengubah proposal Gallo menjadi suatu kepastian melalui berita halaman muka “Virus Penyebab AIDS”, dan semua pendanaan untuk menyelidiki kemungkinan lain penyebab AIDS langsung dihentikan. (17)
Dengan mengumumkan hipotesisnya kepada media tanpa data yang mencukupi, Gallo telah melanggar aturan fundamental dari proses ilmu pengetahuan. Peneliti pertama-tama harus mempublikasikan bukti untuk suatu hipotesis pada salah satu jurnal ilmu pengetahuan atau kedokteran, serta mendokumentasikan penelitiannya yang ia pakai sebagai dasarnya. Kemudian para ahli akan memeriksa dan mendebat hipotesisnya, serta mencoba menduplikasikan percobaan yang sama dari aslinya, untuk mengkonfirmasi hasil temuan asli. Semua hipotesis baru harus mampu bertahan terhadap penelitian cermat dari para ahli lainnya dan harus sukses diverifikasi melalui percobaan-percobaan sebelum ia dianggap sebagai teori yang benar.
Dalam kasus HIV, Gallo mengumumkan hipotesis yang tidak terkorfirmasi kepada media sebagai suatu fakta yang sudah pasti benar, menyebabkan para pejabat pemerintah mengeluarkan kebijakan kesehatan publik baru berdasarkan pada pernyataan akan virus AIDS yang belum dibuktikan kebenarannya. Beberapa pihak akhirnya membawa hipotesis yang belum terbukti kebenarannya ini menjadi suatu teror akan wabah besar yang mematikan.
Data yang digunakan Gallo untuk membangun hipotesis HIV/AIDS-nya dipublikasikan beberapa hari sesudah pengumumannya. Ketimbang mendukung hipotesis dia, data tersebut memperlihatkan bahwa Gallo tidak sanggup menemukan HIV (secara aktual) pada lebih dari setengah pasien AIDS dalam penelitiannya. (18) Sementara ia sanggup mendeteksi adanya antibodi pada kebanyakan dari mereka, keberadaan antibodi itu sendiri bukanlah indikasi dari infeksi yang baru saja terjadi dan malah sebagai bukti akan adanya reaksi kekebalan terhadap suatu infeksi.
Data yang dia sediakan juga gagal untuk menyediakan penjelasan yang bisa dipercaya akan hal bagaimana retrovirus bisa menyebabkan AIDS. Gallo menyatakan bahwa HIV beraksi dengan menghancurkan sel-sel imun, tapi penelitian selama 70 tahun telah menunjukkan bahwa retrovirus tidak bisa membunuh sel. Dia juga tidak bisa memberikan bukti bahwa HIV berbeda dari retrovirus lainnya yang sebenarnya tidak membahayakan. Pada kenyataannya, semua bukti yang ada sekarang ini malah membuktikan bahwa HIV, sama seperti semua retrovirus lainnya, tidaklah membunuh sel (cytotoxic).

Bakteri Probiotik Meningkatkan Sistem Imunitas Tubuh
07-10-2009
Istilah probiotik dikenal pada abad ke-20 dari teori seorang ilmuwan Rusia yang bernama Elie Metchnikoff, teori tersebut diberi penghargaan berupa hadiah Nobel. Menurut FAO (Food and Agriculture Organization), probiotik adalah suatu mikroorganisme hidup yang bermanfaat bagi kesehatan inang (baik itu hewan maupun manusia).
Prinsip kerja probiotik yaitu dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme tersebut dalam menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh mikroorganisme untuk memecah ikatan.
Pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana mempermudah penye-rapan oleh saluran pencernaan manusia. Di sisi lain, mikroorganisme pemecah ini mendapat keuntungan berupa energi yang diperoleh dari hasil perombakan molekul kompleks. Demikian kutipan artikel Manfaat Bakteri Probiotik untuk Kesehatan Manusia yang ditulis oleh Sinta Sasika Novel, Mahasiswa Biologi, FMIPA dan Ratu Safitri, Dosen Mikrobiologi, FMIPA, Universitas Padjadjaran, Bandung, dalam majalah MEDICINUS, edisi September- November 2009, halaman 122.
Bakteri probiotik memiliki banyak manfaat untuk kesehatan manusia diantaranya dalam sistem imunitas, sistem intestinal, sistem urogenital, menurunkan efek alergi, dan manfaat-manfaat lainnya. Pada sistem imunitas, probiotik bertanggung jawab dalam merangsang daya ttahan tubuh baik selular maupun humoral sehingga dapat melindungi tubuh dari berbagai infeksi. Sistem imunitas menyediakan pertahanan utama melawan mikroorganisme patogen. Penurunan sistem imunitas dapat menyebabkan penyakit tertentu seperti kanker, AIDS, leukemia. Penyakit autoimun seperti rematik dan penyakit radang usus juga dapat terjadi bila sistem imunitas tidak berjalan dengan sempurna.
Kultur bakteri probiotik pada beberapa penelitian dapat meningkatkan rangsang spesifik dan nonspesifik sehingga dapat mengaktifkan makrofag, meningkatkan sitokinesis, meningkatkan aktivitas sel pembunuh alami, dan meningkatkan imunoglobulin. Efek bio-logik yang berhubungan dengan sistem imunitas adalah kemampuan bakteri probiotik melawan bakteri dan virus patogen dan mencegah tumor.
Hal ini diduga karena probiotik dapat memperbaiki sistem metabolisme mikroflora sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri patogen. Penelitian lain melaporkan bahwa dengan mengonsumsi probiotik yang mengandung Lactobacillus GG maka akan merangsang fagositosis dalam meningkatkan sistem imunitas. Artikel lenkap dapat dibaca di: http://www.dexa-medica.com/supportandservices/healthcareprofessionals/. Sumber; Medicinus. Vol.22, No.3. September-November 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar