Sabtu, 26 Maret 2011

PROPOSAL PENELITIAN

PROPOSAL PENELITIAN



INTERAKSI SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL (KAT)
SUKU AMMATOA DALAM DAN SUKU AMMATOA LUAR
DI DESA KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA
PROVINSI SULAWESI SELATAN


A. Latar Belakang
Pada beberapa daerah di Indonesia masih ditemukan sejumlah kelompok atau komunitas masyarakat yang hidupnya berada di suatu kawasan tertentu (di tepi sungai, di lereng bukit, di lembah/dataran, di pinggir rawa atau di pantai) mereka hidup terpencil, terpencar dan berpindah-pindah. Kelompok atau komunitas ini juga mengalami keterbatasan komunikasi dan tertinggal dalam seluruh aspek kehidupannya. Masyarakat yang memiliki kondisi demikian dinamakan Komunitas Adat Terpencil (KAT).
Komunitas Adat Terpencil merupakan salah satu komponen dalam struktur kemasyarakatan Bangsa Indonesia yang belum secara optimal mampu menikmati hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. Banyak kendala yang dihadapi dalam mencapai taraf kesejahteraan yang memadai bagi Komunitas Adat Terpencil ini. Hambatan geografis, topografis, sosiografis, serta teknis dilapangan selalu menjadi masalah yang sulit dicarikan jalan pemecahannnya. Lokasi masyarakat yang terisolir, jauh dari desa atau kecamatan serta sulitnya medan yang harus ditempuh merupakan kendala fisik yang harus dicarikan jalan keluar yang cukup memadai. Selain itu tingkat pendidikan, kesehatan, ketertutupan terhadap perubahan sosial yang berasal dari luar juga merupakan kendala utama yang sangat sulit dicarikan solusi yang tepat.
Komunitas adat terpencil sebagai bagian dari penduduk Indonesia merupakan lapisan paling bawah dalam perkembangan masyarakat Indonesia, karena komunitas adat terpencil menghadapi berbagai ketertinggalan dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar hidup manusia. Dari data Depertemen Sosial menyebutkan, jumlah KAT tahun 2009 sebanyak 229.479 KK, yang tersebar di 2.650 lokasi, 2.037 Desa, 852 Kecamatan, 246 Kabupaten yang ada di 30 Provinsi (sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 13 Oktober 2009). Hal tersebut terjadi akibat keberadaan mereka yang secara geografis sangat sulit dijangkau dan secara sosial budaya terasing sehingga kurang terjadi interaksi sosial antara mereka dengan kelompok masyarakat luar yang lebih maju.
Secara garis besar permasalahan KAT (Komunitas Adar Terpencil) mencakup 3 hal yakni ; masalah internal yang berkaitan dengan kemiskinan, keterasingan, keterpencilan, dan ketertinggalan. Masalah eksternal, antara lain rawan berbagai eksploitasi, HAM, integrasi sosial dan integrasi bangsa. Masalah dalam pengelolaan, antara lain adanya persepsi yang berbeda dalam pemberdayaan KAT. Di beberapa daerah pemberdayaan KAT tidak/ belum merupakan prioritas, bahkan adanya anggapan KAT tidak perlu ditangani secara khusus karena dengan lajunya pembangunan infrastruktur dan ekonomi, KAT akan mengalami perubahan menjadi lebih baik.
Sesuai dengan kondisi permasalahan yang dihadapi, maka pemanfaatan keterampilan lokal, pengetahuan lokal, tenaga lokal, serta proses lokal sangat strategis dalam memberdayakan komunitas adat terpencil yang ada diseluruh indonesia. Untuk melaksanakan pemberdayaan melalui paradigma lokalitas, diperlukan penggerak utama proses pemberdayaan yang berasal dari komunitas yang bersangkutan dengan tujuan utama untuk mengeliminasi berbagai kendala yang ada, mengoptimalkan proses yang dilakukan, serta mendorong pencapaian hasil sesuai dengan target yang ditentukan.
Cara pandang yang melihat KAT sebagai masalah, selalu menempatkan KAT sebagai salah satu bagian dari bangsa Indonesia yang berhak untuk menikmati kehidupan yang layak dan memperoleh kesejahteraan sosial sebagai warga negara. Mereka harus dilihat setara dengan sebagian besar warga negara Indonesia di seluruh penjuru tanah air yang kehidupannya lebih kompleks dan terbuka pada berbagai kemajuan teknologi. Hal ini merupakan salah satu amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Dengan cara pandangan ini, penanganan KAT berorientasi pada pemberdayaan Sumber Daya Manusia, pemberdayaan lingkungan sosial, perlindungan dan advokasi, serta kerjasama kelembagaan KAT.
Terlepas dari cara pandangan kita tentang Komunitas Adat Terpencil, keberadaan Komunitas Adat Terpencil menghadirkan suatu potret kehidupan manusia yang menarik untuk dipelajari sebagai bahan masukan dalam penyusunan program/ suatu kebijakan. Potret kehidupan Komuitas Adat Terpencil yang cukup menarik untuk disimak adalah interaksi sosial Komunitas Adat Terpencil itu sendiri. Interkasi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah yang dihadapi oleh Komunitas Adat Terpencil. Dengan mengetahui dan memahami perihal kondisi-kondisi apa yang dapat menimbulkan serta mempengaruhi bentuk-bentuk interaksi sosial tertentu, maka pengetahuan kita dapat pula disumbangkan pada usaha bersama yang dinamakan pembinaan/ pemberdayaan masyarakat dan komunitas.
Interaksi sosial sebagai suatu proses, tidak lepas dari faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung yang dominan dalam terciptanya interaksi sosial akan membuat bentuk interaksi sosial yang lain apabila dibandingkan dengan faktor penghambat yang lebih dominan. Bentuk interaksi sosial yang berbeda tersebut, akan menghasilkan sesuatu yang berbeda pula bagi pelaku interaksi baik individu atau perorangan maupun kelompok.
Pada beberapa suku bangsa di Indonesia yang tertutup atau terasing dan kurang mengadakan hubungan dengan dunia luar, agak sulit juga untuk mengadakan suatu interaksi sosial. Hal ini, antara lain, disebabkan oleh karena adanya suatu prasangka buruk terhadap warga-warga suku bangsa lain, dan juga terhadap pengaruh-pengaruh yang masuk dari luar, yang dikhawatirkan akan dapat merusak norma-norma yang tradisional. Atas dasar prasangka demikian, sulit untuk mengadakan interaksi sosial, oleh karena komunikasi tak dapat berlangsung dengan baik.



B. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang interaksi sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Ammatoa dalam dan Suku Ammatoa luar yang terletak di Desa Kajang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Masalah penelitian tersebut dapat dirumuskan dalam masalah penelitian, yaitu : “Bagaimana Interaksi sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Ammatoa dalam dan Suku Ammatoa luar di Desa Kajang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Tengah ?”
Selanjutnya untuk lebih memahami rumusan masalah tersebut, maka rumusan masalah penelitian dijabarkan dalam sub-sub rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana karekteristik Informan ?
2. Bagaimana proses komunikasinya ?
3. Bagaimana pola komunikasinya ?
4. Bagaimana bentuk interaksinya ?
5. Hambatan apa yang dialami ?
6. Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatannya ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan pokok masalah penelitian tersebut di atas, tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memahami karakteristik informan, dalam hal ini Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Ammatoa Di Desa Kajang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Untuk mengetahui proses komunikasi.
3. Untuk mengetahui pola komunikasi.
4. Untuk mengetahui bentuk interaksi.
5. Untuk mengetahui hambatan yang dialami.
6. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi hambatan.


D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat secara teoritis
Untuk memahami lebih mendalam bentuk-bentuk interaksi sosial pada suatu komunitas, dalam hal ini Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Ammatoa Di Desa Kajang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Manfaat secara praktis
a. Untuk Masyarakat
Membantu masyarakat memahami proses interaksi sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Ammatoa di Desa Kajang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan.
b. Untuk Pemerintah
Dalam rangka membantu pemerintah untuk lebih mendalam memperhatikan masalah-masalah yang dialami oleh KAT dan memperhatikan kesejahteraan sosial mereka.
c. Untuk Profesi Pekerjaan Sosial
Sebagai sumbangan pengetahuan secara teoritis dan positif bagi pengembangan metode dan kegiatan praktis yang harus dilakukan oleh pekerjaan sosial diberbagai setting khususnya bagi Komunitas Adat Terpencil.

E. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Interaksi Sosial
a. Pengertian Interaksi Sosial
Dalam kehidupannya manusia senantiasa membutuhkan manusia lain, selain manusia memiliki ketergantungan secara materiil terhadap manusia lain, manusia juga membutuhkan untuk dihargai dan diakui oleh manusia lain. Hal ini menandakan bahwa secara fitrah manusia akan senantiasa berada diantara manusia lainnya (manusia sebagai makhluk sosial). Dalam kebersamaan ini tentunya manusia tidak hanya bersama berupa fisik saja akan tetapi timbul hal lain seperti yang telah diungkapkan diatas perasaan ingin diakui, dipahami dan dihargai sepertinya menjadikan kedinamisan pada kehidupan manusia itu sendiri. Kebersamaan ini juga pada akhirnya menjadikan suatu hubungan diantara manusia, dan tidak hanya sebatas itu akan tetapi berkembang menjadi hubungan yang saling memberikan respon, saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Hubungan yang saling memberikan respond dan saling memberikan pengaruh ini dinamakan interaksi.
Untuk lebih memahami tentang interaksi, para ahli telah memberikan beberapa pengertian mengenai interaksi sosial diantaranya :
1) Gillin dan Gillin dalam “Sosiologi Suatu Pengantar” oleh Soerjono Soekanto (1990 : 67) menyatakan bahwa : “Interaksi merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”.
2) W.A.Gerungan dalam “Psikologi Sosial” oleh R.Soetarno (1989 : 20) menyatakan bahwa : “Interaksi sosial sebagai suatu hubungan antara dua manusia atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi yang lain atau sebaliknya”.
3) H. Bonner dalam “Social Psychology” oleh H.Abu Ahmadi (1991 : 54) mengatakan bahwa “Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”.
Pengertian diatas menunjukkan bahwa proses interaksi merupakan hubungan yang akan selalu terjadi dalam kehidupan manusia, dan pada perkembangannya proses interaksi menjadi suatu hal yang dapat dipelajari dengan berbagai kenyataan yang terjadi dalam masyarakat misalkan saja pertikaian antar suku, kerja sama antar daerah, dan dalam skup kecil seperti persangan antar tetangga atau komunitas.
b. Bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (corporation) persaingan (competition) dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian. Gillin dan gillin dalam Soerjono Soekanto (1990 : 70) menggolongkan proses interaksi sosial sebagai akibat interaksi sosial, yaitu :
1) Proses yang asosiatif (Processes of association) yang terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu :
a) Kerja sama (Coorporation)
Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujan bersama. Ada lima bentuk kerja sama :
- Kerukunan yang mencakup tolong-menolong dan gotong-royong.
- Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian melalui pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
- Ko-optasi (Co-optation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan sebagai cara menghindari perpecahan.
- Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama.
- Joint Venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu.
b) Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses di mana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses di mana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan. Tujuan akomodasi adalah :
- Mengurangi pertentangan antara perorangan atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham.
- Mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu.
- Memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial.
- Mengusahakan peleburan antara kelompok yang terpisah.

Bentuk-bentuk Akomodasi
- Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan.
- Compromise, adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan.
- Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.
- Mediation, hamper menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugasnya adalah untuk utamanya mengusahakan suatu penyelesaian secara damai.
- Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
- Toleration, juga sering dinamakan tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
- Stalemate, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
- Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
c) Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjutan, yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara individu-individu atau kelompok dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Bentuk-bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke proses asimilasi, antara lain :
- Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama.
- Interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan.
- Proses asimilasi dipercepat, apabila interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer.
- Asimilasi diperkuat apabila frekuensi interaksi-interaksi sosial tinggi, tetap dan apabila ada keseimbangan antara pola-pola asimilasi tersebut.
2) Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proses. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan. Oposisi atau proses-proses disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :
a) Persaingan (Competition)
Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perorangan atau kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
Bentuk-bentuk persaingan :
- Persaingan ekonomi, persaingan di bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.
- Persaingan kebudayaan, persaingan untuk memperebutkan pengaruh seperti yang terjadi di saat kebudayaan barat yang dibawa Belanda berhadapan dengan kebudayaan Indonesia di abad ke-15.
- Persaingan kedudukan dan peran, persaingan untuk mendapatkan status dan peranan yang terpandang dalam kelompok.
- Persaingan ras, persaingan ras sebenarnya juga persaingan kebudayaan. Perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan perlambang dan sikap atas perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan.
b) Kontravensi (Contravention)
Kontravensi merupakan proses sosial yang berbeda antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Dalam bentuk murninya, kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain atau golongan tertentu.
Bentuk kontravensi :
- Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, kengganan, perlawananan, dan sebagainya.
- Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat selebaran-selebaran, dan sebagainya.
- Yang intensif meliputi penghasutan, menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak-pihak lain, dan sebagainya.
- Yang rahasia, umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat dan seterusnya.
- Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, dan sebagainya.
c) Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang disertai dengan ancaman dan/ atau kekerasan.
Bentuk Pertentangan :
- Pertentangan pribadi, pertentangan yang terjadi antara dua orang.
- Pertentangan rasial, pertentangan karena perbedaan ciri-ciri fisik, perbedaan kepentingan, dan kebudayaan.
- Pertentangan antara kelas sosial, pertentangan karena perbedaan kepentingan antara kelas sosial.
- Pertentangan politik, pertentangan yang menyangkut golongan-golongan dalam masyarakat, maupun antara Negara berdaulat.
- Pertentangan yang bersifat Internasional, pertentangan karena perbedaan kepentingan yang merembes ke kedaulatan Negara.
c. Syarat-syarat Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :
1) Adanya kontak sosial (social-contact)
Kontak, merupakan tahap pertama dari terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu :
a) Antara orang-perorangan, proses demikian terjadi melalui sosialisasi (socialization).
b) Antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya.
c) Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
2) Adanya komunikasi
Komunikasi berarti bahwa seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

2. Tinjauan tentang Komunitas Adat Terpencil (KAT)
a. Pengertian Komunitas Adat Terpencil (KAT)
Komunitas Adat Terpencil adalah salah satu bagian dari bangsa Indonesia yang berhak untuk menikmati kehidupan yang layak dan memperoleh kesejahteraan sosial sebagai warga negara. Mereka harus dilihat setara dengan sebagian besar warga negara Indonesia di seluruh penjuru tanah air yang kehidupannya lebih kompleks dan terbuka pada berbagai kemajuan teknologi. Hal ini merupakan salah satu amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Istilah Komunitas Adat Terpencil pada awalnya dikenal dengan istilah masyarakat terasing yang oleh direktorat Bina Masyarakat Terasing Departemen Sosial RI (1999:3) didefinisikan sebagai berikut :

”Masyarakat terasing adalah kelompok-kelompok masyarakat yang bertempat tinggal, atau berkelana di tempat-tempat yang secara geografis terpencil dan terisolasi dan secara sosial budaya terasing dan atau masih terbelakang dibandingkan dengan masysrakat bangsa Indonesia pada umumnya”.
Istilah terasing dalam pengertian dimaksud yakni sebagai “satu kondisi kehidupan yang lamban berubahnya disebabkan letaknya yang terpencil” (terisolasi) dari kehidupan dan penghidupan masyarakat luar (yang lebih maju), sehingga kurang terjadi interaksi yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka kearah perubahan dan kemajuan
Depertemen Sosial kemudian memberikan istilah yang lebih bersifat positif yaitu Komunitas Adat Terpencil (KAT) seperti yang tertera dalam Keppres N0. 111/1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil dan Kepmensos No. 06/PENGHUK/2002 tentang petunjuk pelaksanaan Pemberdayaan Komunita Adat Terpencil dan beberapa Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Departemen Sosial (2003) bahwa pengertian Komunitas Adat Terpencil adalah :

“KAT adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar, serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan, baik sosial, ekonomi maupun politik”.

Dengan pengertian tersebut maka komunitas ini dipahami sebagai komunitas yang memiliki budaya atau adat tertentu yang berbeda atau unik. Komunitas ini biasanya adalah komunitas lokal asli yang memiliki berbagai kelebihan yang harus dipertahankan, seperti kerja sama masyarakat, budayanya, serta keguyuban interaksi sosialnya. Akan tetapi, karena situasi dan kondisi tertentu, komunitas ini kurang terlibat dalam jaringan pelayanan sosial, ekonomi, maupun politik.
b. Karakteristik/ kriteria Komunitas Adat Terpencil
Karakteristik/ kriteria Komunitas Adat Terpencil sebagaimana tertuang dalam Keppres No. 111/1999 adalah mencakup 7 unsur yaitu :
1) Berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup, dan homogen
2) Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan
3) Pada umumnya terpencil secara geografis dan sulit dijangkau
4) Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten
5) Peralatan dan teknologinya sederhana
6) Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi
7) Terbatasnya akses pelayanan sosial dasar, ekonomi, dan politik, yang disebabkan karena :
- Pelayanan sosial dasar ; belum terdapat lembaga formal dibidang pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kesejahteraan sosial.
- Aspek ekonomi ; uang belum banyak berperan sebagai alat tukar (sistem barter), belum ada pasar, kebutuhan konsumsi masih berupa bahan dasar, akses perhubungan, komunikasi / informasi terbatas.
- Aspek politik ; belum ada sistem pemerintahan formal dan masih kuatnya pengaruh lembaga adat.
c. Habitat Komunitas Adat Terpencil
Ditinjau dari segi haitatnya, tempat tinggal Komunita Adat Terpencil dapat dikelompokkan, sebagai berikut :
1) Komunitas adat yang tinggal di dataran tinggi atau daerah pegunungan
2) Komunitas adat yang tinggal di dataran rendah atau daerah rawa serta daerah aliran sungai
3) Komunitas adat yang tinggal di daerah pedalaman atau daerah perbatasan
4) Komunitas adat yang tinggal diatas perahu atau daerah pinggir pantai serta pulau-pulau terpencil
d. Kategori Komunitas Adat Terpencil
Dilihat dari kondisi objektif KAT baik dari aspek karakteristik, tempat tinggal (habitat), dan sistem mata pencahariannya maka KAT dapat dijabarkan dalam3 (tiga) kategori, yaitu :
1) Kategori I (kelana), merupakan KAT yang masih hidup dalam kondisi sederhana, hidup masih berpencar dan berpindah dalam jumlah yang masih sangat kecil, belum ada interaksi dengan dunia luar dan komunitas mereka.
2) Kategori II (menetap sementara), merupakan KAT yang masih hidup berpindah dalam kondisi yang sangat sederhana dalam orbit tertentu, sudah ada interaksi dengan dunia luar.
3) Kategori III (menetap), merupakan KAT yang mulai menetap di tempat tertentu dan untuk kehidupan keseharian sudah ada interaksi dengan warga lainnya di luar komunitas mereka.

3. Kerangka Pikir















Interaksi sosial adalah suatu proses sosial yang akan terjadi apabila ada dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat berupa kontak antar individu, antar kelompok, atau antara individu dengan kelompok dan sebaliknya. Komunikasi dapat berupa komunikasi langsung dan tak langsung.
Interaksi sosial sebagai suatu proses terdapat faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong dan penghambat mempengaruhi interaksi sosial. Adanya kontak dan komunikasi menciptakan interaksi sosial. Interaksi sosial mempunyai beraneka ragam bentuk, baik yang assosiatif maupun dissosiatif. Terlepas dari bentuk-bentuk tersebut, dalam berinteraksi secara sosial akan menimbulkan suatu masalah.

F. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Untuk dapat memahami serta mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial dari Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Ammatoa secara optimal, dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution, 1988 : 5). Lexy J. Moleong (2000 : 3) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai : “ Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.
Penelitian ini mengambil deskripsi sebagai desain penelitian, sehingga dapat melakukan penelitian yang mendalam terhadap obyek yang dipilih, dalam hal ini mengenai “interaksi sosial Komunitas Adat Terpencil Suku Ammatoa”. Sugiyono (2005 : 35) menjelaskan bahwa : “rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengungkapkan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas, dan mendalam”. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba melihat bagaimana interaksi sosial Komunitas Adat Terpencil Suku Ammatoa dalam berbagai bentuk dan pengaruhnya.
Dengan digunakannya metode kualitatif, maka data yang didapat lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.



2. Deskripsi Latar dan Sumber Data
a. Deskripsi Latar
Penelitian menggunakan deskripsi latar terbuka dan latar tertutup, dengan alasan dalam melakukan penelitian terhadap informan dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan bentuk-bentuk interaksi sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Ammatoa maupun melalui wawancara dengan informan. Seperti dijelaskan Lexy J. Moleong (2000 : 94), bahwa :
“Latar terbuka terdapat di lapangan umum seperti tempat berpidato, orang berkumpul di taman, toko, bioskop, dan ruang tunggu rumah sakit. Pada latar demikian peneliti hanya dapat mengamati dan kecil kemungkinannya dapat melakukan wawancara. Hal ini perlu diperhitungkan peneliti sehingga strategi pengumpulan datanya dapat lebih efektif, hubungan antara peneliti dengan subyek juga kurang mesra. Sebaliknya pada latar tertutup, hubungan peneliti dengan subyek harus akrab dan diperlukan strategi khusus untuk dapat mengamati dan melakukan wawancara mendalam”.

Deskripsi latar terbuka dan tertutup, menjadikan peneliti harus dapat menempatkan diri apakah ia dikenal atau tidak dikenal oleh subyek.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diambil dari 2(dua) sumber, yaitu :
1) Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari informan, yaitu Komunitas Adat Terpencil (KAT) Suku Ammatoa Di Desa Kajang Kabuapten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang dikumpulkan untuk melengkapi data primer yang diperoleh dari pelaksana kegiatan, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, lembaga/ instansi yang terkait penelitian.

G. Teknik Penelitian
Teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik wawancara (interview), teknik obsevasi (observation), dan studi dokumentasi. Seperti dijelaskan Lexy J. Moleong (2000 : 112), bahwa: “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Dengan teknik ini, data yang diperoleh lebih akurat dan hubungan peneliti dengan informan juga lebih akrab serta tidak ada jarak.
1. Teknik Wawancara (interview)
Wawancara merupakan serangkaian interaksi verbal dalam mengumpulkan data, yang dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang disusun secara sistematik dalam pedoman wawancara. Pedoman ini berguna sebagai alat kontrol agar pertanyaan yang diajukan sesuai dengan topik permasalahan.
2. Teknik Observasi (observation)
Observasi dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung kondisi informan di lokasi penelitian.
3. Teknik Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah pengumpulan data dengan mempelajari data-data yang ada seperti; Peraturan Daerah, buku atau laporan ilmiah, majalah, buletin, foto-foto, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan obyek penelitian.

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk dapat mempertanggungjawabkankan data yang telah diperoleh secara akurat dan benar, diperlukan pemeriksaan keabsahan data yang telah diperoleh baik dari wawancara, obsevasi, maupun studi dokumentasi. Hal ini dilakukan karena tidak tertutup kemungkinan bahwa data yang diperoleh dari informan tidak benar, hal ini dilakukannya karena beberapa hal, misalnya; salah mengajukan pertanyaan yang berarti jawabannya juga salah, dan keinginan untuk menyenangkan peneliti.
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan sebagai berikut :
1. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dimaksudkan guna dapat menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain peneliti mencoba mengamati lebih teliti, rinci dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena yang diteliti.
2. Triangulasi
Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang telah diperoleh guna pengecekan atau sebagai pembanding. Hal-hal yang dipakai sebagai pembanding adalah :
a. Data hasil observasi dengan data hasil wawancara.
b. Perkataan informan di tempat umum dengan perkataan informan secara pribadi (face to face)
c. Hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
d. Hasil wawancara informan dengan pendapat dan pandangan orang lain.

I. Rancangan Analisis Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Peneliti menggunakan teknik analisa seperti yang dijelaskan oleh Lexy J. Moleong (2000 : 189-214), sebagai berikut :
1. Pemrosesan Satuan
Pemrosesan satuan ini terdiri dari tipologi satuan dan penyusunan satuan. Tipilogi satuan adalah penggolongan satuan berdasarkan tipe yang dimiliki oleh latar sosial. Penyusunan satuan adalah menyusun dan mengarahkan satu pengertian dan tindakan sehingga dapat ditafsirkan seperti dalam bentuk latar penelitian. Langkah-langkah yang digunakan dalam pemrosesan data adalah dengan menggolongkan data dan memberi nama pada data yang telah digolongkan sesuai dengan apa yang telah dipikirkan, dirasakan dan dihayati oleh peneliti dan dikehendaki oleh latar penelitian.
2. Kategorisasi
Kategorisasi merupakan seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pemikiran, pendapat, dan kriteria tertentu. Langkah-langkah pengkategorian adalah : pertama pemberian nama pada setiap kategori; kedua pemberian keputusan pada tiap kategori yang hampir sama; ketiga menempatkan data pada kategori mantap; keempat menyusun kategori baru bila ada data yang belum masuk dalam kategori mantap; kelima penelaahan pada setiap kategori dan membuat daftar aturan; keenam menelaah kembali data yang layak dipertahankan; ketujuh pengujian kategori untuk menemukan hubungan; kedelapan membuat strategi perluasan, pengkaitan hubungan dalam pengumpulan data dan pemrosesan; kesembilan menghentikan pengumpulan dan pemerosesan, dan kesepuluh mengevaluasi pengkategorian secara menyeluruh dari awal sampai akhir.
3. Penafsiran Data
Penafsiran data yaitu menyusun data yang diperoleh dengan jalan menghubungkan kategori-kategori dalam kerangka sistem yang diperoleh dari data. Adapun langkah-langkahnya adalah : dimulai dengan memberikan kode pada setiap kejadian data dan mencocokkan kategori, kemudian membandingkan dengan kejadian lain dan mengintregasikan tiap-tiap kategori, memodifikasi dan menata kejelasan logika, selanjutnya kerangka disusun dalam pertanyaan-pertanyaan yang beralasan tepat sehingga dapat ditarik sebuah teori.















J. Jadwal dan Langkah-Langkah Penelitian

No. Kegiatan Bulan
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 Seleksi Judul
3 Penyusunan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Penyempurnaan Rancangan
6 Pelaksanaan Penelitian
7 Pengolahan Hasil Penelitian
8 Bimbingan Penulisan KIA
9 Pengesahan KIA

K. Daftar Pustaka

Bogdan dan Taylor (Lexy J. Moleong 1988), Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya Bandung

Data dan Informasi Pembinaan Masyarakat Terasing (1980), Direktorat Bina Masyarakat Terasing, Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial, Depertemen Sosial RI Jakarta

Laporan Hasil Pemetaan Sosial Komunitas Adat Terpencil (2003), Direktorat Pemberdayaan KAT, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial RI Jakarta

Panduan Peran Pendamping Sosial dalam Perundingan dan Advokasi KAT (2005), Direktorat Pemberdayaan KAT, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Depertemen Sosial RI Jakarta

Pedoman umum Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (2006), Direktorat Pemberdayaan KAT, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Depertemen Sosial RI Jakarta

Soerjono, Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi baru keempat (1990), PT. Raja graffindo Persada, Jakarta

Sugiyono, Dr. Prof., Memahami Penelitian Kualitatif, CV. Alfabeta, Bandung

Sugiyono, Dr. Prof., Metode Penelitian Kuamtitatif Kualitatif dan R&D, CV. Alfabeta, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar